twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Kamis, 14 November 2013

Jumat, 01 November 2013

Prinsip pembuktian : KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT-SURAT TERLETAK PADA KEASLIANNYA




KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT-SURAT TERLETAK PADA KEASLIANNYA

Pasal 1888 KUHPerdata mengatur sebagai berikut :

“Kekuatan pembuktian dengan suatu tulisan terletak pada akta aslinya. Bila akta yang asli ada, maka salinan serta kutipan hanyalah dapat dipercaya sepanjang salinan serta kutipan itu sesuai  dengan aslinya yang senantiasa dapat diperintahkan untuk ditunjukkan”.

Kamis, 31 Oktober 2013

Asas Hukum : Exceptio non adimpleti contractus


Terkait bisa tidaknya secara hukum jika dalam perjanjian ternyata dua pihak A dan B yang melakukan perjanjian telah sama-sama melanggar, anggaplah sama-sama melanggar, ada satu kondisi hukum yang dinamakan exceptio non adimpleti contractus, yaitu pihak yang satu boleh saja tidak melaksanakan perjanjian itu selama dia bisa mengatakan bahwa ”kamu dulu yang melaksanakan perjanjian itu baru saya, karena kamu tidak melaksanakan perjanjian itu maka kamu jangan menuntut saya”. Exceptio non adimpleti contractus. Jadi eksepsi, menolak perjanjian itu bahwa si, misalnya A tidak melaksanakan perjanjian kemudian B juga tidak melaksanakan perjanjian, A menuntut kepada B, B bisa menolak ”kamu dulu yang melaksanakan perjanjian, karena kamu tidak melaksanakan perjanjian, maka saya sebenarnya juga mungkin tidak melaksanakan itu”. Karena kerucutnya adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak adalah untuk kepentingan bersama dan dilaksanakan dengan itikad baik, ketika satu pihak yang beritikad baik tidak melaksanakan, yang satu lagi-yang tidak melaksanakan-tidak punya hak untuk menuntut. Dia berhak sih silahkan saja tapi bisa dieksepsi oleh pihak yang satu lagi, ”anda jangan menuntut saya atau ketika saya melaksanakan yang lain anda tidak bisa menuntut saya karena anda sendiri tidak melaksanakan perjanjian itu”;

Pasal 3 UU PT, mengatur :



Pasal 3 UU PT, mengatur :
 (1)     Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.
(2)      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:
a.      persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b.      pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
c.       pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau
d.      pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

Pasal 1 ayat 5 UU PT, mengatur :



Pasal 1 ayat 5 UU PT, mengatur :
Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Jumat, 11 Oktober 2013

Urutan Persidangan Pidana di Pengadilan Negeri

TATA URUTAN PERSIDANGAN
PERKARA PIDANA

 

  1. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum (kecuali perkara tertentu dinyatakan tertutup untuk umum);
  2. Penuntut Umum diperintahkan untuk menghadapkan terdakwa ke depan persidangan dalam keadaan bebas;
  3. Terdakwa diperiksa identitasnya dan ditanya oleh Majelis Hakim apakah sudah menerima salinan surat dakwaan;
  4. Terdakwa ditanya pula oleh Majelis Hakim apakah dalam keadaan sehat dan siap untuk diperiksa di depan persidangan (apabila menyatakan bersedia dan siap, maka sidang dilanjutkan);
  5. Terdakwa kemudian ditanyakan apakah akan didampingi oleh Penasihat Hukum (apabila didampingi apakah akan membawa sendiri, apabila tidak membawa/menunjuk sendiri , maka akan ditunjuk Penasehat Hukum oleh Majleis Hakim dalam hal terdakwa diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih (pasal 56 KUHAP ayat (1));
  6. Kemudian Majelis Hakim memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk membacakan surat dakwaan;
  7. Setelah pembacaan surat dakwaan, terdakwa ditanya apakah telah mengerti dan akan mengajukan eksepsi.
  8. Dalam terdakwa atau melalui Penasehat Hukumnya mengajukan eksepsi, maka diberi kesempatan untuk penyusunan eksepsi/keberatan dan kemudian Majelis Hakim menunda persidangan.
  9. Setelah pembacaan eksepsi terdakwa, dilanjutkan dengan tanggapan Penuntut Umum atas eksepsi;
  10. Selanjutnya Majelis Hakim membacakan putusan sela;
  11. Apabila eksepsi ditolak, maka persidangan dilanjutkan dengan acara pemeriksaan pokok perkara (pembuktian)
  12. Pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan oleh Penuntut Umum (dimulai dari saksi korban);
  13. Dilanjutkan saksi lainnya;
  14. Apabila ada saksi yang meringankan diperiksa pula, saksi ahli Witness/expert
  15. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap terdakwa;
  16. Setelah acara pembuktian dinyatakan selesai, kemudian dilanjutkan dengan acara pembacaan Tuntutan (requisitoir) oleh Penuntut Umum;
  17. Kemudian dilanjutkan dengan Pembelaan (pledoi) oleh terdakwa atau melalui Penasehat Hukumnya;
  18. Replik dari Penuntut Umum;
  19. Duplik
  20. Putusan oleh Majelis Hakim.

Syukni Tumi Pengata, S.H.

 

WARENS & PARTNERS
            L  A  W     F  I  R  M

 

Address : Jl. Sisingamangaraja No. 63, Kebayoran Baru, Jakarta 12120

Office : +62 21 727 800 11 ext. 28

Fax : +62 21 727 800 10

Website : http://www.warenslaw.com/home.php 

Mobile : 0858 8371 4556, 0812 8728 6164, 3277768C (BBM)




Senin, 09 September 2013

TANGGUNG JAWAB ORANG TUA ATAS ANAK DI BAWAH UMUR YANG MENGENDARAI KENDARAAN BERMOTOR DALAM KEJAHATAN LALU LINTAS


TANGGUNG JAWAB ORANG TUA ATAS ANAK DI BAWAH UMUR YANG MENGENDARAI KENDARAAN BERMOTOR DALAM KEJAHATAN LALU LINTAS

Oleh :
Syukni Tumi Pengata, S.H.
Ikatan Alumni Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia - Padang
Email : tumi@warenslaw.com , @stpengata

 1.      Pendahuluan
 Sudah menjadi latah bagi orang tua di Indonesia saat ini, membelikan kendaraan bermotor untuk sang anak. Sebagai tanda kasih sayang ke anak, sebagai tanda bahwa orang tua sukses dalam berusaha, entah dengan alasan untuk mempermudah pergi ke sekolah atau supaya sang anak lebih patuh kepada orang tuanya. Apapun motivasinya, itu sah-sah saja. Apalagi jika orang tuanya kaya dan mampu membelikan mobil atau motor mahal. Bahkan orang tua miskin pun rela untuk ambil kredit ke dealer untuk anaknya. Itulah bentuk kasih sayang orang tua kepada sang anak.
 Namun, menjadi salah ketika orang tua membiarkan sang anak mengendarai kendaraan bermotor, tanpa memiliki surat ijin mengemudi (SIM), apalagi sampai menabrak orang lain dan merusak properti orang lain maupun milik Negara.
Apakah orang tua tidak bertanggung jawab atas kesalahan sang anak? Apakah kita harus membenarkan kelakuan sang anak yang mengendarai kendaraan bermotor tapi belum diijin oleh Undang-Undang? Bagaimana sang anak menabrak orang lain sampai meninggal atau cacat permanen, apa tanggung jawab orang tuanya untuk itu?
 2.      Syarat-syarat untuk dapat mengendarai kendaraan bermotor
 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 81[1], mengatur usia untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah 17 tahun.

3.      Tanggung Jawab Orang Tua Atas Anak dibawah Umur
 Apa yang dimaksud anak dibawah umur ?
Anak dibawah umur adalah seseorang yang dianggap belum dewasa (anak) dalam Undang-Undang dalam melakukan suatu perbuatan hukum.
Dalam konteks tulisan ini, menyangkut lalu lintas. Maka Penulis mengambil acuan yang jelas yang dimaksud anak dibawah umur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, adalah anak yang berusia dibawah 17 tahun. Lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel[2] dibawah ini :

No
Usia minimal
SIM yang dapat digunakan
1
17 tahun
-   SIM A
-   SIM C
-   SIM D

2
20 tahun
-   SIM B1

3
21 tahun
-   SIM B2


Tanggung jawab orang tua terhadap anak pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 26 ayat 1 angka (1), adalah wajib dalam :
-        mengasuh;
-        memelihara;
-        mendidik, dan
-        melindungi anak;
  
4.      Jenis-Jenis Tindak Pidana Kejahatan dalam Lalu Lintas

Sesuai Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 316 ayat 2[1], mengatur Tindak Pidana Kejahatan dalam Lalu Lintas, yakni :


[1] Berbunyi ; (2)   Ketentuan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  273, Pasal 275 ayat  (2), Pasal 277, Pasal 310, Pasal 311, dan Pasal 312 adalah kejahatan.


-       Pasal  273[4], mengenai Tindak Pidana Penyelenggara Jalan yang tidak denga segera memperbaiki jalan rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas;

-       Pasal 275 ayat  (2)[5], mengenai Tindak Pidana pengrusakan Rambu  Lalu  Lintas,  Marka Jalan, Alat  Pemberi  Isyarat  Lalu  Lintas,  fasilitas  Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sehingga tidak berfungsi;

-       Pasal 277[6], mengenai Tindak Pidana memasukkan Kendaraan Bermotor, kereta gandengan,  dan  kereta  tempelan  ke  dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit,  atau memodifikasi  Kendaraan Bermotor  yang  menyebabkan  perubahan  tipe,  kereta gandengan,  kereta  tempelan,  dan  kendaraan  khusus  yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji  tipe;

-       Pasal 310[7], mengenai Tindak Pidana mengemudikan  Kendaraan  Bermotor
yang  karena  kelalaiannya  mengakibatkan  Kecelakaan Lalu  Lintas  dengan  kerusakan  Kendaraan  dan/atau barang;

-       Pasal 311[8], mengenai Tindak Pidana dengan  sengaja  mengemudikan Kendaraan  Bermotor  dengan  cara  atau  keadaan    yang membahayakan bagi nyawa atau barang;

-       Pasal 312[9], mengenai Tindak Pidana yang mengemudikan Kendaraan Bermotor  yang terlibat  Kecelakaan  Lalu  Lintas  dan  dengan  sengaja  tidak menghentikan kendaraannya,  tidak memberikan pertolongan, atau  tidak  melaporkan  Kecelakaan  Lalu  Lintas  kepada Kepolisian  Negara  Republik  Indonesia  terdekat;
 
5.      Fungsi Peradilan Anak atas Kejahatan Lalu Lintas yang dilakukan oleh Anak dibawah Umur
Atas Tindak Pidana Kejahatan yang dilakukan oleh Anak dibawah umur, merupakan wewenang dan kompetensi absolute Pengadilan Anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Pasal 21 mengatur wewenang Pengadilan Anak yang berbunyi ; "Sidang Anak berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dalam hal perkara Anak nakal".
Yang dimaksud anak nakal adalah (a)  anak yang melakukan tindak pidana; atau (b)  anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan belaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Sesuai dengan pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Maka untuk anak yang terjerat dalam Tindak Pidana Kejahatan Lalu Lintas harus disidang dalam Pengadilan Anak dengan status Anak Nakal.

6.      Hak-hak Korban Lalu Lintas atas Tindak Pidana Kejahatan Lalu Lintas dengan Pelaku Anak Nakal dan Tanggung Jawab Orang Tuanya
Ketika terjadi Tindak Pidana Kejahatan Lalu Lintas dengan Pelaku Anak Nakal, dapat mengakibatkan risiko atau kerugian-kerugian atas korban :
-     Meninggal dunia;
-     Cacat fisik permanen;
-     Cacat fisik sementara;
-     Cacat psikologis / traumatis;
Atas risiko atau kerugian – kerugian atas korban diatas, Penulis berpendapat Keluarga korban dan ahli warisnya dapat menuntut ganti rugi atas potensi-potensi kerugian secara kerugian yang senyata-nyatanya (materiil) dan kerugiaan secara kejiwaan (immateriil) serta kerugian potensial.
Hak-hak korban tersebut secara sederhana diselesaikan adalah dengan kompensasi ganti rugi yang diukur dengan nilai uang.
Format gugatan ganti rugi yang baik diajukan sebagai berikut :
-       Pengadilan yang diajukan : Pengadilan tempat domisili hukum Tergugat
-       Penggugat : Korban dan atau Keluarga/Ahli Warisnya yang dapat diwakilkan oleh Advokat
 -       Tergugat : Orang tua Pelaku Anak dibawah Umur
 -       Bentuk Gugatan : Ganti Rugi

Penulis menyarankan agar menempuh upaya mediasi secara kekeluargaan untuk menentukan jumlah kompensasi. Tapi jika tidak terwujud, harus melalui jalur keperdataan di Pengadilan Negeri. Sedangkan untuk Tindak Pidana harus diusut dan diteruskan ke Pengadilan oleh Kepolisian dan Kejaksaan.
Demikian yang dapat Penulis sampaikan. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.
 

[1] Pasal 81
(1)   Untuk mendapatkan Surat  Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, setiap orang harus memenuhi persyaratan  usia,  administratif,  kesehatan,  dan  lulus ujian.
(2)  Syarat  usia  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) ditentukan paling rendah sebagai berikut:
a.   usia  17  (tujuh  belas)  tahun  untuk  Surat  Izin Mengemudi  A,  Surat  Izin  Mengemudi  C,  dan  Surat Izin Mengemudi D;
b.   usia  20  (dua  puluh)  tahun  untuk  Surat  Izin Mengemudi B I; dan 
c.   usia  21  (dua  puluh  satu)  tahun  untuk  Surat  Izin Mengemudi B II.
(3)  Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.   identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk;
b.   pengisian formulir permohonan; dan
c.   rumusan sidik jari.
(4)  Syarat  kesehatan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) meliputi:
a.   sehat  jasmani  dengan  surat  keterangan  dari  dokter; dan
b.  sehat rohani dengan surat lulus tes psikologis. 
(5)  Syarat  lulus ujian  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) meliputi:
a.   ujian teori;
b.   ujian praktik; dan/atau
c.   ujian keterampilan melalui simulator.
(6)  Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat  (3),  ayat  (4),  dan  ayat  (5),  setiap  Pengemudi Kendaraan  Bermotor  yang  akan  mengajukan permohonan:
a.   Surat  Izin Mengemudi B  I harus memiliki Surat  Izin Mengemudi  A  sekurang-kurangnya  12  (dua  belas) bulan; dan 
b.  Surat  Izin Mengemudi B  II harus memiliki Surat  Izin Mengemudi  B  I  sekurang-kurangnya  12  (dua  belas) bulan.
[2] Lihat pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

[3] Berbunyi ; (2)   Ketentuan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  273, Pasal 275 ayat  (2), Pasal 277, Pasal 310, Pasal 311, dan Pasal 312 adalah kejahatan.

[4]    Berbunyi,  Pasal 273 ;
(1)  Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut  memperbaiki  Jalan  yang  rusak  yang
mengakibatkan  Kecelakaan  Lalu  Lintas  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban  luka  ringan  dan/atau  kerusakan  Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling  lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
 (2)  Dalam  hal  perbuatan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1)  mengakibatkan  luka  berat,  pelaku  dipidana  dengan pidana  penjara  paling  lama  1  (satu)  tahun  atau  denda paling  banyak  Rp24.000.000,00  (dua  puluh  empat  juta rupiah).
 (3)  Dalam  hal  perbuatan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1)  mengakibatkan  orang  lain  meninggal  dunia,  pelaku dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  5  (lima) tahun  atau  denda  paling  banyak  Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).
(4)  Penyelenggara  Jalan  yang  tidak  memberi  tanda  atau rambu  pada  Jalan  yang  rusak  dan  belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling  lama 6  (enam) bulan atau denda  paling  banyak  Rp1.500.000,00  (satu  juta  lima ratus ribu rupiah).

[5] Berbunyi Pasal 275 ayat (2) ; (2)  Setiap  orang  yang merusak  Rambu  Lalu  Lintas,  Marka Jalan, Alat  Pemberi  Isyarat  Lalu  Lintas,  fasilitas  Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sehingga tidak berfungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  2  (dua) tahun  atau  denda  paling  banyak Rp50.000.000,00  (lima puluh juta rupiah).

[6] Berbunyi Pasal 277 ; Setiap orang  yang memasukkan Kendaraan Bermotor, kereta gandengan,  dan  kereta tempelan  ke  dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit,  atau memodifikasi  Kendaraan Bermotor menyebabkan  perubahan  tipe, kereta gandengan,  kereta  tempelan,  dan  kendaraan  khusus  yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji  tipe  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  50 ayat  (1) dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  1  (satu)  tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat  juta rupiah).

[7] Berbunyi Pasal 310 ;
 (1)  Setiap  orang  yang  mengemudikan  Kendaraan  Bermotor yang  karena  kelalaiannya  mengakibatkan  Kecelakaan Lalu  Lintas  dengan  kerusakan  Kendaraan  dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  6  (enam) bulan  dan/atau  denda  paling  banyak  Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2)  Setiap  orang  yang  mengemudikan  Kendaraan  Bermotor yang  karena  kelalaiannya  mengakibatkan  Kecelakaan Lalu  Lintas  dengan  korban  luka  ringan  dan  kerusakan Kendaraan  dan/atau  barang  sebagaimana  dimaksud dalam  Pasal  229  ayat  (3),  dipidana  dengan  pidana penjara  paling  lama  1  (satu)  tahun  dan/atau  denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(3)  Setiap  orang  yang  mengemudikan  Kendaraan  Bermotor yang  karena  kelalaiannya  mengakibatkan  Kecelakaan Lalu  Lintas  dengan  korban  luka  berat  sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  229  ayat  (4),  dipidana  dengan pidana  penjara  paling  lama  5  (lima)  tahun  dan/atau denda  paling  banyak  Rp10.000.000,00  (sepuluh  juta rupiah). 
(4)  Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)  yang  mengakibatkan  orang  lain  meninggal  dunia, dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  6  (enam) tahun  dan/atau  denda  paling  banyak  Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
[8]  Berbunyi, Pasal 311 :
 (1)  Setiap  orang  yang  dengan  sengaja  mengemudikan Kendaraan  Bermotor  dengan  cara  atau  keadaan    yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana  penjara  paling  lama  1  (satu)  tahun  atau  denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah). 
(2)  Dalam  hal  perbuatan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1)  mengakibatkan  Kecelakaan  Lalu  Lintas  dengan kerusakan  Kendaraan  dan/atau  barang  sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  229  ayat  (2),  pelaku  dipidana dengan  pidana  penjara  paling  lama  2  (dua)  tahun  atau denda  paling  banyak  Rp4.000.000,00  (empat  juta rupiah).
(3)  Dalam  hal  perbuatan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1)  mengakibatkan  Kecelakaan  Lalu  Lintas  dengan korban  luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), pelaku  dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah). 
(4)  Dalam  hal  perbuatan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1)  mengakibatkan  Kecelakaan  Lalu  Lintas  dengan korban  luka  berat  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal 229  ayat  (4),  pelaku  dipidana  dengan  pidana  penjara paling  lama  10  (sepuluh)  tahun  atau  denda  paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
(5)  Dalam  hal  perbuatan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (4)  mengakibatkan  orang  lain  meninggal dunia,  pelaku dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  12  (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

[9] Berbunyi, Pasal 312 : Setiap  orang  yang mengemudikan Kendaraan Bermotor  yang terlibat Kecelakaan  Lalu  Lintas  dan  dengan  sengaja  tidak menghentikan kendaraannya,  tidak  memberikan pertolongan, atau  tidak  melaporkan  Kecelakaan  Lalu  Lintas  kepada Kepolisian Negara  Republik  Indonesia  terdekat  sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  231  ayat  (1)  huruf  a, huruf  b,  dan huruf  c  tanpa  alasan  yang  patut  dipidana  dengan  pidana penjara paling  lama 3 (tiga)  tahun atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).